[Cerita Pendek] Si Cantik Bermata Sendu

Photo by Soroush Karimi on Unsplash

 Orang-orang bilang dia gadis yang menawan. Aku tidak bisa tidak setuju. Dengan rambut keriting coklat, lesung pipi simetris yang menjadi asesoris wajah, hidung tinggi ciri khas ras kaukasia, dagu lancip yang dikaruniainya sejak lahir tanpa tersentuh pisau bedah, dan bibirnya yang tipis namun terlihat penuh dan proporsional untuk wajah yang pucat itu. Dia memang menawan.

Aku sering melihatnya duduk di kursi penonton bertingkat gedung olahraga. Aku sudah sering mengamatinya. Tatapan magisnya menyihirku. Cantik wajahnya membuatku tak menoleh. Gadis rupawan penggemar denim. Selalu muncul dengan jaket yang itu-itu lagi, tapi anehnya, selalu membuatku terpikat dan tidak mau menengok ke arah lain lagi.

Perlahan aku duduk di sampingnya, tapi ia tidak bergeming.

“Alicia?” panggilku setelah pura-pura membaca papan nama di dadanya. Ia menoleh. Hanya dengan satu gerakan dramatis seperti itu ia menyihirku terdiam. Gagap dan tak tahu mau bicara apa.

Dia minim ekspresi. Setelah mengamatinya dari jarak dekat begini aku baru menyadari bahwa matanya berwarna hazel. Juga menampilkan ekspresi sedih yang mendalam.

“Ehm,” gumamku gugup, tapi berusaha kusembunyikan. “Kau suka menyaksikan pertandingan olahraga?”

Ia menghadapkan tatapannya ke lapangan lagi. Lalu menunjuk seorang anak lelaki yang sedang berlari men-dribble bola basket sambil menghindari serangan lawan di sekitarnya. “Hanya pertandingan dia saja.”

Aku tidak terlalu yakin lelaki mana yang ditunjuk olehnya. Tapi itu tadi kalimat pertama yang diucapkan gadis ini padaku. Juga kalimat yang secepat itu menghancurkan harapanku untuk mencintainya dengan hati yang bahagia.

Setelah berhasil melenyapkan rasa terkejut aku menjawab, “Yang kau maksud Gavin?”

Ia menoleh lagi dan mengiyakan tebakanku. Tapi kali ini matanya berkaca-kaca. Beberapa detik kemudian setetes air mata sudah turun ke pipinya.

Keningku berkerut. “Ada apa?” tanyaku penasaran. Gavin memang anak yang populer. Dan setahuku Gavin sedang tidak berpacaran dengan siapa pun. Apakah gadis ini pernah ditolak Gavin? Atau gadis ini mantannya Gavin? Aku tidak mengerti.

“Dia menyakitiku.” Gadis di depanku makin banjir air mata. “Hatiku sakit sekali.” Ia mulai terisak-isak.

Dia menunduk dan menempelkan wajah di atas tangannya yang terlipat. Tubuhnya berguncang karena menangis. Aku terlalu shocked untuk memikirkan apa yang harus kulakukan. Ini bukanlah jenis momen yang kuharapkan terjadi ketika sedang memulai percakapan dengan gadis yang kusukai.

Entahlah. Aku sendiri ragu ketika mengangkat tanganku dan menepuk punggungnya perlahan. “Ada yang bisa kubantu untuk membuatmu merasa lebih baik?”

Gadis itu memperlambat tangisannya dan mendongak menatapku. Matanya sembab. Memancarkan kesedihan yang benar-benar nyata. Astaga. Sebenarnya apa yang sudah dilakukan Gavin padanya?

Alicia memaksakan senyum kecil yang tidak terlalu terlihat seperti senyuman. “Tolong aku untuk bilang padanya, aku sayang sekali padanya.”

Astaga. Hatiku benar-benar tersayat-sayat mendengarnya. Kenapa dia harus mengatakannya sekarang di depanku? Tapi karena aku sudah terlanjur menawarkannya bantuan, aku pun mengangguk mengiyakan.

——

“Gavin!” Sebuah suara asing memanggilku dari jauh. Aku menoleh dan melihat anak laki-laki di kelasku tengah berusaha mengejarku. Dia terlihat begitu berusaha menyusulku, jadi aku diam menunggunya.

“Haywood?” Aku memastikan namanya. Sepertinya kami pernah sekelas di kelas Sejarah Mrs. Coffman musim panas lalu. Aku tidak terlalu ingat.

“Ya,” sahutnya sambil mengatur napas. Tubuhnya yang kurus kerempeng mengindikasikan bahwa anak ini jarang berolahraga. Napas terengahnya telah mengonfirmasi fakta tersebut.

“Apa maumu?” tanyaku singkat, jelas, padat. Berhubung aku anak populer, aku pun harus bersikap demikian.

Setelah napasnya sudah lebih stabil, ia menjawab, “Aku ingin menyampaikan pesan.”

Mataku melebar. “Lagi?!” Disambut dengan kernyitan Haywood di dahi.

Bukannya aku sangat percaya diri. Tapi setiap minggu aku selalu mendapat pesan yang dititipkan ke orang yang berbeda-beda, tetapi pesannya sama dan berasal dari orang yang sama. Alicia Parker.

“Bagaimana kau tahu pesannya dari Alicia?” Suara anak laki-laki ini membuyarkan lamunanku. Rupanya aku tidak sekadar memikirkan namanya tadi, melainkan juga mengucapkannya.

“Apa pesannya?” Aku balik bertanya meski sudah tahu jawabannya.

“Katanya dia menyayangimu.” Aku mengembuskan napas tanpa sadar. Jawabannya sesuai dugaan.

“Kau boleh pergi sekarang.” Tanganku bergerak mengusirnya.

“Hanya itu? Tidak ada yang ingin kaukatakan padanya?” Tatapannya terlihat marah. Kenapa? Apakah dia...?

“Haywood,” panggilku. “Lupakan dia.”

Dia mengangkat alis, dan mendadak salah tingkah karena perasaannya terbongkar sesuai dugaanku. Tapi tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk menguasai diri kembali. 
 
 "Kenapa?" tanyanya. "Kau menyakitinya.”

Aku terdiam. “Memang.”

Tatapannya terlihat makin marah. 
 
“Aku menyakitinya dan itu masa lalu. Tidak ada yang bisa diubah.”

“Apa maksudmu?!” Haywood meninggikan nada. “Kau harus meminta maaf dan menjelaskan sendiri padanya!”

“Dengar Haywood,” panggilku lagi. Aku tak tahu bagaimana menjelaskannya selain dengan berkata, “Aku tak bisa berkomunikasi dengan gadis yang sudah meninggal.”

Kali ini dia yang ternganga. “Apa maksudmu? Aku bicara dengannya tadi siang!!! Jangan bohong padaku!!”

“Dia selalu memilih untuk menampilkan diri kepada orang yang tertarik padanya,” jelasku. “Aku menyakitinya. Itu memang benar. Tahun lalu aku putus darinya dan ia memilih untuk menyayat pergelangannya hingga kehabisan darah.”

Haywood masih menampilkan ekspresi terkejut. Aku tersenyum. “Kalau dia menampilkan dirinya padamu...”

“Artinya aku tertarik padanya,” selanya cepat. “Memang benar. Aku memperhatikannya selama tiga bulan terakhir.

“Si cantik bermata sendu,” ucapnya sedih.

“Kalau dia menampilkan dirinya padamu,” sambungku lagi. “Artinya dia juga menyukaimu.”

Aku menepuk pundaknya dua kali. Lalu pergi meninggalkannya dengan tatapan nanar. Ketika melangkah, sudut mataku bisa menangkap sosok gadis itu yang tengah memperhatikanku dari jauh.

Alicia Parker. Si cantik bermata sendu. Gadis yang selalu terlihat sedih dan sayu. Gadis yang kucintai tahun lalu. Dan kucintai sekarang. Mungkin selamanya.


- fin -

P.S. : I wrote this 3 months ago because someone told me that I always look sad. Suddenly my sad feeling becomes so real that I turned the experience into a story. Speaking of gadis bermata sendu (girl with sad eyes), I always associate it with Hannah Baker, a fictional character played by Katherine Langford in 13 Reasons Why. So if you watch the series, now it's very easy to tell that Gavin is Justin Foley and Haywood is Clay Jensen. And yes, Alicia Parker is so inspired by Hannah Baker with her iconic denim jacket. :D

Hannah Baker Will Be in Season 2 of 13 Reasons Why | InStyle
Gambar diambil dari sini.

  

13 Reasons Why: Netflix alters Hannah's graphic suicide scene from season 1  | EW.com
Gambar diambil dari sini.

Comments

Popular Posts