[Cerita Pendek] Forbidden

Gambar diambil dari sini.

Katrina tidak sepenuhnya memahami keputusannya untuk menemui kembali laki-laki yang berasal dari masa lalunya. Nampaknya, akal sehatnya memang tidak sepenuhnya sedang sehat saat ini.

Angin berembus kencang, meniup seluruh tubuhnya yang seketika menggigil akibat dingin yang dirasakannya hingga ke tulang. Ia merapatkan jaketnya lebih erat. Hujan baru saja reda. Jalanan yang dilaluinya menyipratkan air genangan dari jalanan yang mulai bolong karena rusak.

Katrina menatap ke langit. Masih kelabu. Apakah akan ada hujan susulan sebentar lagi? Well, kemungkinannya ada. Maka sebaiknya ia bergegas.

Lokasi pertemuan yang dijanjikan mulai terlihat. Gadis itu mempercepat langkahnya. Dari jauh sudah terlihat sosok yang duduk bersandar di bangku pinggiran sungai, di samping pohon yang menghiasi pinggiran sungai. Angin sesekali menjatuhkan helaian daunnya dan mengotori area sekitarnya.

Saat itu, tidak ada alasan logis yang mampu menjelaskan penyebab hati Katrina yang terasa nyeri melihat sosok yang tengah mengepulkan asap rokoknya ke udara. Apakah karena kenyataan bahwa kini laki-laki itu merokok? Atau fakta bahwa dirinya masih rindu? Ia tidak tahu.

Yang ia tahu perasaan apa pun yang ia rasakan terhadap laki-laki ini adalah dosa. Tidak boleh.

Sejenak muncul ekspresi ragu pada raut wajahnya. Namun ia menguatkan hatinya, membuat tanda salib, menghela napas dan melangkahkan kakinya ke arah bangku tempat lelaki itu duduk.

"Wira?" sapanya lirih. Nyaris tidak terdengar. Ada jeda beberapa detik sebelum sosok itu menoleh. Hati Katrina ditusuk sekali lagi. Semakin disangkalnya, kerinduan di dadanya semakin terasa nyata. Sesak rasanya.

"Katrina... Hai." Wira segera mengibaskan tangannya menghapus kepulan asap di depannya sambil cepat-cepat mematikan rokoknya dan bergeser, memberi tempat duduk bagi Katrina. "Duduklah."

Katrina berusaha menampilkan senyum, lalu duduk.

Ia membetulkan pakaiannya baik-baik. Karena gugup, tentu saja. Bukan karena penampilannya sedang berantakan. Ia memperhatikan kerapian pakaiannya dua kali lebih lama hari ini. Dan tidak, ini bukan karena ia akan menemui Wira hari ini, ia meyakinkan dirinya.

Namun ia merasa sosok di sampingnya ini nampak acak-acakan. Tubuh yang semakin kurus. Kantung mata yang menampakkan diri secara terang-terangan. Rambut yang berantakan. Hanya sorot mata cokelat yang menatapnya lembut membuat Katrina yakin bahwa ini masih Wira-nya yang dulu.

"Kamu tetap cantik dengan penampilan barumu, Kat." ucap laki-laki itu tulus. Tidak ada nada sindiran atau pun kekurangajaran di sana.

Katrina tersenyum, menandakan rasa terima kasih atas pujian itu. Sebuah kalimat yang terasa biasa saja jika dilontarkan oleh orang lain, karena dilontarkan oleh Wira, jantungnya mulai bertalu-talu, seperti mendesak ingin keluar dari rusuknya.

Karena Wira bukan orang lain, batinnya tanpa sadar.

"Apa yang terjadi?" cetus Katrina kemudian, didorong rasa penasaran yang tinggi.

"Apanya?"

"Kamu... ehm, berubah."

Wira bergeming. Menunggu kelanjutan kalimat Katrina.

"Kamu... merokok?"

Laki-laki itu mengangguk sambil memandangi burung yang hinggap di jalan yang terbuat dari batu-batu.

"Dulu kamu nggak merokok."

Sekali lagi ia mengangguk. Alih-alih menjawab, Wira bertanya, "Kat, apakah ini wajar?"

"Apanya?"

"Kalau aku masih menyayangi kamu? Lima bulan kamu nggak pernah muncul di depanku, tapi aku... Dengan satu kali pertemuan ini saja aku tahu aku tidak salah. Perasaanku tidak salah. Dia masih belum berubah. Bisakah...

Laki laki itu nampak ragu akan apa yang dimintanya. "Bisakah kita... "

"Aku sudah berjanji pada Yesus," potong Katrina lembut.

Wira terdiam. Kalau sudah menyebut Yesus apa lagi yang bisa dia ucapkan.

Bukannya tidak berat bagi Katrina. Ia sendiri merasakan sesak di dadanya, untuk setiap kata yang ia ucapkan. Beruntung ia sudah mempersiapkan kalimat itu sebelumnya. Dia tahu Wira akan membahas ini dengannya. Meminta hatinya kembali.

Dan Katrina tidak akan bohong. Ia merasa senang akan fakta bahwa Wira masih merasakan hal yang sama dengannya. Tapi dia juga merasakan sakit. Sakit karena keberuntungannya terpilih untuk melayani Tuhan merusak laki-laki yang dicintainya.

"Tapi...." Tatapannya memohon. "Aku tahu kamu, Kat. Kamu juga masih menyayangiku kan? Please katakan itu."

Katrina menunduk sambil menjawab, "Kalaupun jawaban dari pertanyaanmu adalah iya, tidak akan ada yang berubah, Wira.

"Sebesar apa pun kasih sayang yang kumiliki bagi manusia, aku tetap lebih mencintai Yesus.

"Aku... Tidak mungkin bisa mengkhianati Dia. " Katrina memejamkan mata.

Diam-diam gadis itu menghela napas. Dibesarkan oleh keluarga Katolik yang taat membuatnya tumbuh dengan prinsip hidup untuk Tuhan di atas semuanya.

Ketika ia mendapatkan panggilan untuk melayani Kristus, ia sempat memberontak. Berdoa dua kali lebih rajin untuk bernegosiasi dengan Tuhan. Juga untuk memprotes jalan hidup yang dipilihkan untuknya. Cukup lama waktu yang dibutuhkannya untuk bisa menerima, bahwa dia adalah yang terpilih untuk menyerahkan seluruh hidup dan jiwanya untuk Tuhan.

Namun ia akui, dengan menyetujui pertemuan dengan Wira, ini menandakan bahwa ia belum sepenuhnya menyerahkan hidup dan jiwanya bagi Yesus. Di dalam hati ia memohon ampun pada Yesus.

"Katrina..." Gadis itu terkejut ketika Wira memegang tangannya.

Ia tahu seharusnya ia menarik tangannya. Tetapi otot-otot tubuhnya mendadak terasa kaku. Ya Tuhan, tolonglah. Ia harus mengaku. Ia mencintainya.

Dan ia mulai merasakan tenaga pada tangan laki-laki itu yang mulai menarik dirinya lebih dekat, Katrina tahu dia hanya punya satu kesempatan untuk membuat keputusan penting dalam hidupnya. Dalam waktu beberapa detik, ia harus memilih. Diam dan membiarkan Wira memeluknya, atau menarik dirinya dan berlari, melupakan Wira selamanya.

Tenaga yang menariknya semakin terasa kuat. Katrina menutup matanya, lalu dengan satu kali sentakan ia melepaskan diri dari Wira dan berdiri.

Wira nampak terkejut selama beberapa detik, kemudian berganti menjadi tatapan yang sedih.

Perlahan ia kembali bersandar, mengeluarkan tawa sumbang, tapi air mukanya telah menunjukkan rasa mengerti. Ia memahami sepenuhnya apa yang telah dipilih Katrina.

"Aku minta maaf, Wira. Pahamilah bahwa..." Katrina meremas kedua tangannya. "...bahwa satu-satunya orang yang kucintai...itu..."

Wira mendongak, menunggu gadis itu menyelesaikan kalimatnya.

Tapi Katrina tidak mampu menuntaskan kalimatnya. Ia tahu satu patah kata lagi yang keluar dari mulutnya hanya akan merembeskan air matanya juga. Tapi sebutir air matanya tidak bisa ditahan lagi. Kedua tangannya menutup wajah. Oh, ia pasti terlihat sangat buruk saat ini.

Wira bangkit dan mengusap-usap pundak Katrina yang membiarkannya. Nampaknya gadis itu tidak peduli jika tindakannya saat itu tidak pantas; membiarkan dirinya yang sudah berstatus biarawati disentuh laki-laki. Hatinya sakit, dan ia hanya ingin menangis, meluapkan apa yang dipendamnya selama ini, apa yang disembunyikannya dengan samaran senyuman, seperti segalanya baik-baik saja.

Jika ia boleh berdoa untuk keegoisannya, ia ingin memohon, untuk kali ini saja, dia bisa mendapatkan Wira. Mendapatkan cinta pertamanya dan satu-satunya. Mendapatkan apa yang diinginkannya.

Satu menit. Dua menit. Tangisannya mulai mereda pada menit kelima.

"Merasa lebih baik?"

Katrina mengangguk samar sambil mengelap wajahnya yang basah. Secara refleks ia menekankan tangan ke dada. Meski rasa sesaknya berkurang, ia bisa merasakan lukanya tetap ada di situ.

"Aku mengerti, Kat, sungguh. Meski aku tidak bisa menerima ini. Belum.

"Jangan pernah membebani dirimu karena aku. Oke?"

Hujan turun saat Katrina berjalan kembali pulang, tapi gadis itu sengaja berjalan pelan-pelan. Ia ingin menguras semua persediaan air matanya. Tidak peduli jika ia akan diinterogasi ketika pulang nanti dengan mata bengkak. Dia akan minta ampun pada Tuhan nanti.

Tidak sekarang. Ia ingin menuntaskan perasaannya kali ini. Lalu setelahnya, ia tidak akan mengingat-ingat Wira lagi. Karena pada saat itu ia sudah tidak akan bisa merasakan apa-apa lagi.

Tapi ia yakin dirinya akan baik-baik saja. Ia harus baik-baik saja. Karena itu janjinya yang terakhir pada Wira.

P.S.:
Percaya, nggak, kalau tulisan ini kutulis satu tahun yang lalu? Wkwk. Kemarin aku iseng mengobrak-abrik draft lama and found a gem in it. Edited it a little and voila! Hope you guys enjoy! :))

Comments

Popular Posts