Cerita tentang S2

Gambar diambil dari sini.

Seperti yang mungkin sebagian besar teman-teman sudah ketahui, saat ini aku sedang menjalani pendidikan S2 Profesi Psikologi. Yap, dengan begini kalau lulus harusnya aku jadi seorang psikolog. Harus kuakui, impian kuliah lagi itu sudah ada sejak zaman dahulu kala, tapi niatnya fluktuatif. Alias naik turun. Kadang kepengin, kadang nggak.

Sejak sebelum memulai kuliah S1, aku tahu aku mau jadi seorang psikolog. Tapi kemudian penderitaan dan kesengsaraan yang kualami selama menempuh 4 tahun pendidikan S1 mengikis mimpi itu. 

Mungkin kalian berpikir bahwa aku lebay. Tapi kenyataannya (selain bahwa aku memang lebay) adalah, lulus S1 itu susah pake banget!

Wah gila sih. Begitu lulus ogah kuliah lagi rasanya. Ini aja berdarah-darah lulusnya. Ibaratnya kalau kalian masuk ke sebuah hutan belantara yang terkenal akan hewan-hewan buasnya dengan harapan bahwa kalian bisa lolos dari hutan tersebut dengan pakaian utuh, muka kinclong, rambut badai, itu semua hanya mimpi, Sobat. Kenyataannya, hutan pendidikan S1 membuatku keluar dari sana dengan pakaian compang-camping, muka lusuh dan kena darah, baret di mana-mana, luka besar dan kecil di sejumlah tempat, dan yang pasti aku nggak lolos dari hutan itu dengan tampilan yang proper dan enak dipandang. Begitu kira-kira ilustrasinya.

Oleh karena itu aku memutuskan buat bekerja terlebih dahulu. Setelah satu tahun bekerja, aku merasa kepengin kuliah lagi. Dunia kerja membuatku sadar bahwa apa yang kuketahui selama ini masih belum cukup. Pendidikanku yang sekarang terasa kurang. Namun aku harus mengakui bahwa ini bukanlah alasan utama kenapa aku kuliah lagi.

Alasan utamanya cukup mendasar. Dan, ehem, rada-rada receh sih kalau menurutku. 

Alasannya adalah karena aku takut bakal jadi bego. :(

Kalian tahu, semua tugas-tugas perkuliahan membuat otakku bekerja dengan sangat aktif. Tapi masuk ke dunia kerja yang tempat kerjanya nggak challenging-challenging amat membuatku mudah bosan dan cenderung tumpul otaknya. 

Di tahun kedua bekerja, aku masih sempat mengikuti konferensi penelitian ilmiah ASEAN yang membuatku harus mempelajari kembali penelitian yang kubuat waktu S1 dulu dan menerjemahkannya ke dalam Bahasa Inggris. Setelah itu aku harus membuat konten presentasi dan berlatih mempresentasikannya. Persiapannya memakan waktu berbulan-bulan dan semua aktivitas itu membuat rasa bosanku teralihkan sementara. Tapi begitu konferensi itu berakhir, aku sudah sangat nggak kuat dengan rutinitasku yang kerjaannya tidak jauh-jauh dari membaca Webtoon dan menonton Netflix atau review skin care dan makeup dari beauty vlogger setiap hari.

Aku tahu aku butuh suatu pengalih yang baru.

Untuk itulah aku daftar S2. Remeh temeh banget kan alasannya?

Tapi nggak hanya karena itu kok. Pekerjaanku saat ini membuatku harus mempelajari dan mencari tahu berbagai hal yang nggak pernah kupelajari di S1. Usut punya usut, pekerjaan yang sekarang kukerjakan memang ada kaitannya dengan materi perkuliahan S2. Lalu kupikir, ya kenapa nggak sekalian saja aku mengambil gelar lagi? 

Dan berhubung aku sangat bahagia bisa punya uang sendiri semenjak bekerja dan membeli apa saja yang aku mau, aku nggak bisa banget berhenti bekerja. Sebenarnya, kuliah sambil bekerja memang pilihan hidup yang cukup tempting, meski challenging, untuk dijalani. Karena dengan begitu aku bisa mempelajari teorinya di kampus dan mempraktikkannya di kantor.

If you can get the best of both worlds, why not? Hahaha.

Begitulah kira-kira pikiran idealis nan dangkal yang kumiliki pada saat itu.

Kini satu semester sudah kulalui dengan....cukup....ngos-ngosan.

Kukasih tahu saja ya, perkuliahan satu semester ini sudah berhasil membuatku jerawatan dan mata panda banget. Satu semester ini adalah semester di mana aku berhasil berkawan erat dengan black coffee, Holistic Esther C serta YouC 1000. Aku beneran nggak punya waktu untuk sakit. Tidur lebih dari empat jam sehari adalah sebuah kemewahan lantaran aku cuma punya waktu malam hari untuk mengerjakan tugas dan belajar. Ada masanya bergelas-gelas kopi di kantor (yang buatku kepahitannya belum ada yang menandingi) yang kuminum nggak punya efek signifikan dan aku tetap mengantuk. Weekend tidak pernah terasa seperti weekend karena yang kulakukan adalah kuliah dan mengerjakan tugas.

Kalau kalian sudah membaca sampai sini, tentu kalian sekarang berpikir bahwa aku adalah anak yang senang menyiksa dirinya sendiri dengan berbagai-bagai pencobaan.

Sometimes, I think it might be true, wkwkwk.

Ada kalanya (sering sih, sebenarnya) aku komplain dengan situasi yang kualami, mempertanyakan keputusan sintingku sendiri dengan berkuliah sambil bekerja, dan mulai merenungkan tujuan utamaku melakukan semua penyiksaan ini pada diri sendiri. Dan semua refleksi yang kulakukan ini membuatku sampai pada kesimpulan bahwa......

Nothing worth-having comes easy.

That's my all time favorite quote, by the way.

Setiap kali aku rasanya mau menyerah dengan semua badai tugas dan pekerjaan yang membuat jadwal hidupku porak-poranda, aku harus selalu ingat, what made me start all of this?

Memang sebenarnya sudah seharusnya aku mengurangi komplain pada diri sendiri. Because I asked for this! Derita lo sendiri, siapa suruh S2?! Hahahahaha.

Well, terkadang jalan yang tepat itu memang tidak selalu menyenangkan untuk dilalui. And a road to success is NEVER, EVER, an easy one. Dude, that's why it's not for everyone.

Dan sekarang, setelah menyelesaikan satu semester ini, meski rasanya aku hampir mati, aku tahu bahwa aku berada di jalur yang tepat. :)


22 Desember 2018

Comments

Popular Posts