[#7DaysKF] Day 4 - Embarrassing Birthday

Gambar diambil dari sini.

"Tulislah sebuah peristiwa di masa lalu, yang menurutmu saat ini, peristiwa tersebut sangat memalukan-atau mestinya tidak dilakukan."

Manusia punya cara masing-masing untuk mengelola milyaran dokumen memori di otak. Sebagian merapikan dengan baik sehingga mudah mengingat hanya dengan sedikit pemicu, ada yang sebaliknya. Aku mungkin termasuk salah satu orang yang ada di kategori sebaliknya, alias yang dokumen memorinya berantakan. Soalnya aku mudah lupa akan suatu peristiwa yang bahkan cukup penting sampai memicu perasaan tertentu. Tak terkecuali peristiwa memalukan.

Jadi paham kan bagaimana sulitnya bagiku menjawab pertanyaan yang mengandung kata “masa lalu”? Belum lagi kontennya harus disortir dan diolah kembali untuk menjadi satu cerita yang (mudah-mudahan) cukup menarik. 

Baiklah, baiklah. Aku sadar keluhan ini sudah terlalu banyak. Maka dari itu, mari kita mulai saja kisah singkat dan (cukup) memalukan ini.

Kejadiannya bermula ketika aku ikut merayakan ulang tahun rekan-rekan sepelayanan di gereja. Setiap bulan memang selalu diadakan pertemuan pelayan gereja di malam hari dan biasanya akan ada perayaan ulang tahun bagi mereka yang lahir di bulan tersebut. Saking seringnya mengikuti perayaan semacam ini, aku tidak pernah memperhatikan siapa-siapa saja yang maju ke depan untuk tiup lilin. Dan terus terang saja, biasanya aku tidak akan repot-repot menghampiri orang yang berulang tahun dan menyelamatinya. 

Kesannya sombong sekali ya? Tapi percayalah tidak ada setitik pun kualitas dalam diriku yang dapat disombongkan. Serius. Aku sama sekali tidak punya niatan untuk jadi orang songong atau apalah. Pada dasarnya aku hanya malas gerak. Dan interaksi sosial bisa jadi cukup menyiksa bagi hampir semua introvert di seluruh muka bumi, jadi…yea.

Setelah acara ulang tahun selesai biasanya aku, sama seperti manusia-manusia pada umumnya yang akan kangen kasur di malam hari, sudah kepengin beranjak pulang. Hari itu aku pulang bersama ibu dan adik, yang kebetulan juga melayani dan ikut acara rutin bulanan ini. Hal yang rada janggal mulai terjadi di sini. Ibu dan adikku yang biasanya keluar pintu langsung ngacir masuk ke dalam mobil, kali ini berhenti sejenak dan menghampiri seorang rekan gereja lain. Seorang bapak-bapak. Aku keluar agak belakangan, lalu menyusul mereka yang sudah duluan berhadapan dengan si om-om rekan gereja ini. Mari kita sebut dia Bapak X. Ketika aku mendekat, ibu dan adikku sedang menjabat tangan Bapak X ini. Saat situ juga aku sadar bahwa om X merupakan salah seorang yang berulang tahun di bulan ini.

Aku mendekati mereka dan menjabat tangan Pak X, lalu dengan wajah riang gembira serta tulus hati aku mengucapkan, “Selamat ulang tahun, Pak.”

Tawa ketiga orang di dekatku ini langsung menyembur tepat setelah aku mengucapkan kalimat barusan.

“Ulang tahun apa, orang papanya Pak X abis meninggal.”

Hah?

“Kita tuh ngucapin turut berdukacita tadi. Kok jadi ulang tahun sih?”

Matilah aku. Aku baru saja mengucapkan selamat ulang tahun kepada orang yang sedang berduka. Dia pasti sudah mencapku sebagai cewek sinting sekarang.

Dengan ekspresi muka tidak enak hati (dan sedikit memerah karena malu), aku langsung menyahut, “Oh. Maaf ya, Pak.”

“Nggak apa-apa. Nggak apa-apa,”jawab si om masih sambil cekikikan.

Fiuh. Dalam hati aku berjanji akan mulai memperhatikan mereka yang berulang tahun di bulan-bulan selanjutnya. 

Tapi kurasa apa yang baru saja terjadi ada hikmahnya juga. Si om X jadi ada bahan tertawaan (tertawanya tadi cukup keras juga lho) dan bisa melupakan kesedihannya sejenak. 

Well, semoga begitu.



Comments

Popular Posts