[Cerita Pendek] Tentang Ayah

Gambar diambil dari sini.

Seumur hidup aku tidak pernah mengenalmu, pun tidak pernah melihat wajahmu. Namamu juga aku tidak tahu. Tapi di sudut hatiku yang kosong, aku merindukan sosokmu nyaris setiap saat.

Ibu tidak pernah memberitahuku siapa kamu, siapa laki-laki yang ikut berkontribusi atas datangnya aku ke dunia ini. Aku menyadarinya sejak kecil, sosok laki-laki itu harusnya mencari nafkah dan menyayangiku, sesekali mengantarku ke sekolah, atau bermain bola bersamaku. Harusnya laki-laki itu kamu. Tapi yang kudapatkan di rumah hanyalah laki-laki kasar yang tidak pernah melewatkan harinya tanpa minum-minum, tidur, dan muntah di rumah kumuh ini. Laki-laki yang tidak pernah melewatkan hari tanpa sumpah serapahnya, juga tamparannya pada pipiku.

Rasa iri selalu membuncah, acap kali melihat teman-temanku yang mengambil rapor bersama ayah mereka. Sesekali mereka bersenda gurau dan ayah mereka akan menepuk pundak mereka dengan tegas sambil tersenyum ketika ada hasil rapor yang bisa dibanggakan. Aku yang duduk di pojok sendirian lalu bertanya-tanya, akan bangga jugakah dirimu ketika melihat hasil rapor-ku yang baik ini?

Saat aku remaja, aku berpikir untuk mencarimu, atau mungkin tepatnya, mencari bayanganmu. Siapa saja yang bisa menggantikanmu, tidak masalah. Tadinya kupikir pria yang usianya 10 tahun lebih tua dariku itu bisa menjadi penggantimu. Aku merasa nyaman, seperti menemukan sahabat yang telah lama hilang saat bersama-sama dengan dia. Sampai akhirnya obat-obatan terlarang yang dibaginya denganku itu mengantarku ke balik jeruji besi penjara. Dia pergi, dan tidak pernah menemuiku lagi.

Selepasnya aku dari bui, aku hanya bisa bekerja sebagai kuli panggul. Ibu menolak untuk kembali menyekolahkanku. Lingkungan tidak lagi ramah padaku. Para tetangga menatapku dengan tatapan merendahkan, takut, bahkan jijik. Mereka menjauhkan anak-anak mereka dariku setiap kali aku lewat, seolah aku adalah wabah yang siap menjadi epidemik di seluruh kompleks. Lagi-lagi aku bertanya, bagaimanakah reaksimu melihatku yang sudah berstatuskan mantan kriminal ini? Aku berharap kamu ada saat itu untuk melindungiku, untuk tetap memberikan aku dukungan moril, untuk membuatku tetap percaya pada harapan.

Tapi tentu saja, harapan itu tetap menjadi harapan kosong. Ayahku tidak pernah ada. Dan aku tetaplah seorang mantan narapidana.

Aku tidak pernah lulus SMA. Pekerjaanku sebagai kuli panggul hanya membuatku mampu menikahi gadis yang telah kuhamili di KUA. Hanya sebagai bukti hitam di atas putih. Aku sadar uang lebih harus kutabung demi masa depan anakku nanti.

Sayangnya kenyataan, dalam kehidupanku, tidak pernah selaras dengan harapan. Istriku mengalami dua kali keguguran. Aku pun mulai minum-minum untuk meredakan segala beban dan kekecewaanku pada hidup. Ketika istriku hamil untuk yang ketiga kali, alkohol telah menjadi candu yang tak dapat kukendalikan. Aku sering memukuli istriku setiap kali dia menceramahiku tentang alkohol. Hal yang sama kulakukan pada anakku yang dengan sok tahu mencoba membela ibunya.

Lambat laun aku menjelma menjadi sosok yang begitu kubenci di masa kecilku, ayah tiriku sendiri. Ingatanku kembali melayang pada apa yang dilakukannya pada ibuku dulu. Aku benci mengakuinya tetapi hanya kekerasaan yang kutahu untuk diterapkan dalam mendidik anak. Meski demikian, setiap kali melihatnya menangis, hatiku pun ikut teriris. Lalu aku kembali bertanya-tanya, jika kamu ada dalam hidupku, seperti apa caramu mendidikku?

Hingga aku menuju usia keemasan, aku hidup sendiri bersama rambut yang kian memutih dan liver yang sudah hampir habis digerogoti kanker. Istriku yang tidak tahan akan perilakuku menggugat cerai dan membawa serta anakku. Hingga akhir hayat, aku tetap sendirian.

Dan sampai aku menutup mata untuk yang terakhir kali, aku masih saja bertanya-tanya, bagaimana akhir kisah hidupku jika kamu ada dalam kehidupanku?

Comments

Popular Posts