Satu Kisah, Dua Keyakinan

Temanku tersayang,

Tulisan ini kubuat menanggapi postingan-mu tentang si Prince Charming. Aku merasa perlu membuat ini karena mungkin percakapan biasa kita tidak akan mampu mengungkap apa yang ingin kukatakan sesungguhnya.

Well, baru-baru ini aku menyadari bahwa ada dua hal yang mendekatkan kita hari-hari ini. Yang pertama, dunia menulis. Dan yang kedua, kisah cinta. Ya, aku dan kamu, dua orang gadis dengan karakter bertolak belakang, memiliki cukup banyak kisah cinta yang nyaris sama. Aku sendiri heran dengan fakta ini. Dan uniknya, kita memberikan respon yang berbeda pada kisah kita masing-masing.

Aku pun pernah punya Prince Charming-ku sendiri. Orang yang (dulunya) selalu ada di benakku dan selalu menjadi isu utama pada tulisan-tulisan di diary. Dan aku pun pernah menjadi korban kekejaman si dewa cinta Cupid, sama denganmu. Ditinggalkan, dibohongi, cinta tak berbalas, diberikan harapan palsu, dipermainkan, semua pernah kurasakan, yang kalau dihitung-hitung entah sudah berapa banyak jumlahnya.

Dan aku pernah bilang, kalau aku berhasil bebas. Sekitar setahun yang lalu, aku bebas. Bebas dari perbudakan perasaan semacam ini. Bebas dari tirani patah hati. Terakhir kalinya aku jatuh cinta dan patah hati, aku bersumpah bahwa aku takkan pernah merasakan perasaan semacam itu lagi. Dan benar saja, apa yang kudoakan menjadi kenyataan. Sejak itu aku tak pernah jatuh cinta lagi.

Sementara kamu, masih berkutat dengan perasaan itu. Kamu bilang kamu sudah merelakan yang terbaik, tapi nyatanya masih peduli. Kamu bilang kamu merasa sudah seharusnya mengakhiri perasaan itu, tapi nyatanya inspirasi postingan blog-mu tetap dia. Sudah kubilang kan kita menanggapinya secara berbeda?

Kalau mau jujur, aku pernah berada di posisimu. Ketika itu aku merasa begitu “nyaman” dengan perasaanku. Aku mau menghentikan perasaan, tapi sulit. Banyak cara kulakukan, tetap gagal. Dan pada akhirnya, siklus jatuh cinta-patah hati-jatuh cinta lagi-patah hati lagi terjadi padaku berulang-ulang. Memang, aku tidak sepenuhnya menyalahkanmu, terkadang laki-laki bisa jadi mahkluk yang sangat tak terprediksi.

Tolong jangan marah ketika membaca surat ini. Aku tahu setiap manusia itu berbeda. Mungkin saja kamu punya alasan yang lebih masuk akal (meski aku ragu kata “masuk akal” akan ada di kamus jatuh cinta) kenapa kamu memilih untuk jatuh lagi padanya, bahkan mengumumkan bahwa kamu akan jatuh cinta padanya selamanya. Konon, istilah “move on” itu tidak pernah ada, yang ada hanyalah kita menahan perasaan kangen yang super menyiksa itu sampai kita tidak merasakannya lagi. Dan itulah yang kuharapkan terjadi padamu.

Maafkan keegoisan tulisan ini. Tapi aku juga merasa perlu menyampaikan pendapat. Dan aku percaya suatu saat, The True Prince Charming itu akan datang. Padamu. Juga padaku.


Dan sampai saat itu tiba, bertahanlah. :)

Comments

Popular Posts