[#7DaysKF] Day 3 - Losing is Blue
Gambar diambil dari sini. |
“Ceritakan seberapa besar kamu pernah merasa kehilangan (sesuatu/seseorang)”
Sejujurnya untuk hal-hal semacam ini, aku adalah tipe
pelupa. Betul, aku tipe yang sangat perasa. Terlalu perasa, malah. Tapi aku
juga cepat lupa. Kesedihan yang begitu hebat kurasakan bisa kulupakan sama
sekali kalau sudah selang beberapa hari. Atau bulan. Jadi tema kali ini
membuatku harus berpikir lebih lama dari biasanya.
Tapi baiklah, aku akan memilih satu pengalaman. Ini
pengalaman ketika teman sekantorku harus resign dan pindah. Masalahnya ini
bukan sekadar teman kantor. Aku sudah meletakkannya dalam jajaran daftar
sahabatku. Yang membuatku merasa lebih sedih saat itu adalah karena itu
pengalaman kerja pertama, dan aku belum terbiasa berpisah begitu
cepatnya dengan seseorang. Dan yang ada dalam benakku saat itu adalah aku tidak
bakalan ketemu lagi dengannya.
Saat itu aku memang bertingkah berlebihan. Tapi perasaan
yang aku alami itu sungguhan. Aku benar-benar merasa kehilangan. Yang lebih
membuatnya terasa lebih parah adalah, karena aku baru saja—kuulangi ya, BARU
SAJA—berteman dekat dengannya. Dan dia sudah mau pergi? Meski saat itu aku mau
marah, tapi aku tahu itu untuk kebaikannya juga. Jadi aku berusaha legowo,
biarpun aku tetap bersikap melankolis sampai akhir.
Seberapa besar rasa kehilangan yang kurasakan? Biar
kujabarkan sebentar. Aku merasa begitu kehilangan sampai-sampai bisa menuliskan
satu postingan blog panjang, khusus untuk membahas perasaan sedihku padanya.
Aku sampai tidak makan siang bersama dia selama dua minggu terakhirnya di
kantor karena aku mau belajar terbiasa ketika sudah tidak ada dia. Aku merasa
begitu kehilangan sampai-sampai aku susah payah menahan agar tidak menangis di
hari terakhirnya. Aku merasa begitu kehilangan sampai-sampai saat aku pergi
dari rumahnya setelah acara farewell-nya selesai, aku menangis sangat banyak. Sangat
banyak sampai sorenya. Dan malamnya. Dan besoknya. Aku merasa begitu kehilangan
sampai sengaja mengambil cuti sehari setelah dia resign untuk mengatur perasaan
dan mood-ku yang begitu berantakan. Dan tentu saja di hari liburku itu aku
tetap menangis. I couldn’t help but to pour out what I felt inside.
Dan sampai beberapa bulan setelahnya, aku masih sedih. Dan
masih kehilangan. Entah bagaimana, dia bisa jadi orang yang begitu penting
sampai efeknya padaku melebihi efek putus pacar. Well, dia memang penting. Tapi
aku tetap tidak bisa memahami alasannya. Ini masih jadi misteri.
Kabar baiknya, saat ini relasi kami masih baik-baik saja. Karena sekarang aku sudah percaya dengan satu kalimat yang mengatakan bahwa, side by side or far apart, true friends are always close to the heart.
And I’m glad our friendship goes as it said. :)
Comments
Post a Comment