S(kri)PSI
Salah seorang teman saya pernah berkata bahwa untuk
mencapai gelar Sarjana Psikologi atau S.Psi., terlebih dahulu saya harus
melalui jembatan “kri”, yang jika disatukan menjadi “skripsi”. Skripsi
merupakan proses fase kehidupan terberat yang pernah saya lalui sejauh ini dan
skripsi merupakan proses untuk saya lalui demi memperoleh seonggok gelar
sarjana psikologi. Buat saya, seluruh perjalanan skripsi ini sepenuhnya
merupakan mujizat. Dan saya sudah berjanji akan menuliskan kisah petualangan
bersama Tuhan yang ini apabila saya sudah menyelesaikan pertandingan ini. Jadi,
tulisan ini adalah bukti janji saya pada Tuhan dan semoga dapat memberkati
siapa pun kalian yang membacanya.
Petualangan bersama Tuhan akan selalu menjadi
pengalaman yang mendebarkan, tetapi juga selalu berakhir dengan sukacita. Saya
bisa tersenyum sendiri hanya dengan mengingat masa beberapa bulan yang lalu, di
mana rasanya yang namanya “lulus sidang” itu sesuatu yang amat jauh untuk
diraih dan yang namanya “gelar sarjana psikologi” itu seperti hanya ada di alam
fantasi. Tersenyum karena masa-masa itu menjadi saat yang digunakan Tuhan untuk
menempa pribadi saya menjadi manusia yang lebih tangguh dan semakin mengenal
Dia, mengenal cara kerjaNya, dan mengenal kasihNya.
Beberapa bulan yang lalu saya masih bisa
meratapi lembaran kertas di hadapan saya yang berisi berbagai coretan perbaikan.
Saya masih ingat beberapa bulan yang lalu saya tidak pernah tidur tanpa merasa
bersalah. Saya tidak pernah tidur tanpa membawa pulang beban dan tanggungjawab
untuk menuntaskan skripsi. Saya juga tidak pernah tidur tanpa menghela napas
berat di setiap malamnya. Emosi saya menjadi amat labil. Mendadak saya
mendapatkan cap manusia dengan temperamen buruk dan menyebalkan. Hanya,
orang-orang yang menempelkan cap itu tidak tahu apa yang saya sedang alami.
Oh ralat. Mereka tahu. Mereka hanya tidak
mengerti. Itu saja.
Saat itulah saya tahu hanya Tuhan yang dapat
saya jadikan tempat menopang diri. Kalian tahu, terkadang saat kesulitan, di
situ kita baru menemukan iman. Pada saat itu, saya baru bisa merasakan apa yang
disebut dengan iman. Tidak hanya sekadar tahu konsepnya dan hafal definisinya.
Namun kali ini saya mengalaminya.
“Kuatkan dan teguhkan hatimu” menjadi sebuah
kalimat motivasi yang paling sering saya dapatkan dari Tuhan. Hanya dengan satu
kalimat motivasi itulah, saya tetap bertahan, merangkak perlahan di tengah
kerikil-kerikil kesulitan dan tekanan, hingga akhirnya saya berhasil
menuntaskan laporan skripsi saya tepat pada waktunya untuk dikumpulkan.
Itulah mujizat yang pertama.
Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, malam
itu akhirnya saya bisa tidur dengan nyenyak dengan jam yang cukup tanpa membawa
serta beban hidup apa pun.
MujizatNya tidak hanya terhenti sampai di situ.
Skripsi saya ternyata layak untuk maju sidang dan pada tanggal 11 Agustus 2015,
saya maju sidang untuk mempertahankan laporan skripsi hasil kerja keras selama
satu tahun di hadapan para dewan penguji.
“Dalam tinggal tenang dan percaya terletak
kekuatanmu.” Begitu pesan Tuhan pada saya ketika saya melangkahkan kaki ke
dalam ruang ujian.
Meski demikian, sulit rasanya untuk tenang.
Kecepatan debar jantung saya semakin cepat seiring dengan dihadapkannya saya
pada kenyataan bahwa skripsi saya banyak salahnya!
Oke, ini informasi penting yang harus
dicantumkan di sini. Durasi sidang saya adalah tiga jam. Diulang, ya. Tiga jam!
Sebagai perbandingan, rata-rata ujian sidang itu adalah dua jam kalau di kampus
saya.
Tiga jamnya diisi aktivitas apa saja? Ya itu
tadi. Pemaparan kesalahan-kesalahan saya dalam laporan skripsi yang saya buat.
Setelah waktu tiga jam itu pun, belum semua kesalahan saya dibahas. Mungkin
kalau dilanjutkan, sidangnya bisa mencapai empat jam? Amit-amit. Jangan sampai
begitu ya, Teman-Teman. Jangan sampai. XD
Lalu setelah durasi penghakiman selama tiga jam
itu, dosen-dosen penguji berdiskusi untuk menentukan apakah saya lulus atau
tidak. Nah, saya yakin sekali lagi bahwa ini adalah detil penting yang harus
diketahui khalayak ramai. Durasi pembahasan penentuan saya lulus atau tidak
adalah nyaris tiga puluh menit. Sekali lagi, ya. TIGA PULUH MENIT! Sementara
teman-teman saya yang lain hanya perlu menunggu selama lima menit.
Di dunia ini ada hal-hal yang cukup adil bagi
sebagian orang tapi tidak adil bagi sebagian orang lainnya. Tapi ini sangat
tidak masuk akal. Waktu diskusi saya bisa enam kali lipat lebih lama dari orang
lain. Asal tahu saja, selama masa menunggu itu, otak manusia saya sudah
memikirkan berbagai skenario terburuk akan keputusan sidang ini. Saya sudah
sangat cemas karena sudah berada di ambang ke(tidak)lulusan.
Namun, sekali lagi, inilah mujizat selanjutnya.
Saya…LULUS!
Well, detik itu juga saya sadar, bahwa mujizat
ada bagi mereka yang berani mengambil resiko dan memperjuangkannya, serta
memegang teguh iman dan mempertahankan pengharapan pada Yang Maha Kuasa. Hampir
semua orang yang saya ajak berdiskusi mengenai skripsi meragukan bahwa saya
bisa lulus tahun ini. Namun syukurlah, kehendak Tuhan atas perjalanan hidup
saya berbeda.
Dibutuhkan iman dan rasa percaya yang besar
untuk memperoleh mujizat yang besar. Sulit? Ya. Mustahil? Belum tentu.
Ketahuilah, setiap cobaan yang berat akan
berakhir dengan mujizat kalau kita taat. Kalau skripsi itu mudah dan saya pasti
lulus, maka saya tidak akan melihat yang namanya mujizat. Saya lulus, karena
prosesnya memang gampang dilalui. Ia disebut mujizat (keajaiban) karena ia
terjadi di luar akal pikiran manusia.
Dan demikianlah. Saya menutup perjalanan
skripsi saya bersama Tuhan dengan manis dan penuh bahagia.
A/N :
Hai! Akhirnya saya kembali ke dunia per-blog-an, yippiee!! Oke, sebenarnya tidak sepenuhnya free juga, karena masih harus revisi. Ah, tapi tak mengapa. Yang penting sudah lulus. Aku senang! Dan sesuai janji, saya akan rajin ngepost blog setelah ini. Hehehe.
Comments
Post a Comment